Senin, 05 Juli 2021

Di Tengah Pandemi, Muncul Kejenuhan

Kondisi pandemi membuat jeda semua aktivitas. Orang-orang pun ada yang saling curiga kala bersua. Silaturahmi yang aman hanya melalui virtual. Tapi tidak menutup kemungkinan saat ke warung, beli kebutuhan dapur ke tukang sayur, atau berpapasan di jalan dengan orang pun ada peluang kena covid19.Yang mengherankan saya bahwa di tengah gempita pandemi, masih saja ada yang memanfaatkan situasi untuk meruntuhkan citra pemerintah. Dibilang zalim, tidak konsisten, dan bahkan pandemi ini disebut rekayasa dan aneka hujatan lainnya.

Saya hanya diam dan termenung. Saya tidak dapat memahami dengan akal sehat sebutan hoax atas kasus pandemi ini. Sebab saya ini termasuk penyintas. Pernah mengalami dan sekarang sudah sehat. Saat isolasi mandiri yang dilakukan (selain konsumsi obat dan makanan sehat) adalah membaca buku.

Membaca buku menjadi kegiatan harian saya di rumah. Awal pandemi sampai dua bulan lalu, saya masih semangat baca sampai dua dan tiga buku yang dilahap tuntas dalam satu bulan. Kini semangat itu mulai kendor. Mulai dari memikirkan keuangan rumah tangga, motor yang sering masuk bengkel, dan muncul pikiran tentang manfaat buku tidak dapat menunjang kebutuhan harian rumah tangga. Tentu saja ini beda ranahnya dengan intelektualitas.

Dari awal Juni sampai Juli 2021 ini saja hanya mampu beres satu buku yang dibaca. Kalau buka satu halaman, sudah lelah mata ini, bahkan merasa tidak ada manfaat praktis yang didapat dari buku. Kalau muncul dibenak pertanyaan aksiologis tersebut, saya langsung tutup buku. Simpan saja. Kemudian bikin kopi hitam. Minum kopi sambil lihat-lihat YouTube dan Facebook barangkali yang menarik dan bermanfaat. Kalau ditanya terkait aksiologis maka banyak yang benar-benar di luar itu. Karena itu, aksiologis itu puncak dari ajuan tanya kalau saya mau melakukan aktivitas. 

Sudah sekian saja. Nanti dilanjut renungannya. ***