Saya menemukan hadis dari jalur Ahlulbait; keluarga Nabi Muhammad saw. Hadisnya berasal dari Imam Muhammad al-Baqir as berkata:
“Syiah kami terdiri dari tiga macam: mereka yang mencari makan kepada manusia dengan mengatasnamakan kami, mereka yang seperti kaca yang memperlihatkan apa saja, dan mereka yang seperti emas murni yang setiap kali dimasukkan ke dalam api ia bertambah baik” [Bihar al-Anwar, juz 78 hadis no. 24].
“Syiah kami terdiri dari tiga macam: mereka yang mencari makan kepada manusia dengan mengatasnamakan kami, mereka yang seperti kaca yang memperlihatkan apa saja, dan mereka yang seperti emas murni yang setiap kali dimasukkan ke dalam api ia bertambah baik” [Bihar al-Anwar, juz 78 hadis no. 24].
Saya tidak paham dengan hadis tersebut. Saya bingung tidak bisa menjelaskannya. Sebab saya tidak paham dengan kaidah tafsir dan kaidah
syarh. Apalagi saya termasuk baru belajar dalam studi Islam, terutama dalam studi hadis dan ilmu kalam.
Saya teringat dengan
kajian hadis di kampus UIN SGD Bandung. Seseorang yang ingin mengetahui makna
dari hadis perlu mencari asbabul wurud hadis. Kemudian mencari padanan hadis
yang memiliki kesamaan dalam riwayat yang lain. Kemudian dicek dari sanad dan
rawi, apakah benar-benar tsiqah? Yang terpenting, dalam ulumul hadis, bahwa
hadis secara matan tidak bertentangan dengan ayat Al-Quran dan dipahami secara
nalar (akal sehat). Itu kaidah yang saya pelajari. Tentu saja jika itu
dilakukan maka akan berbulan-bulan hasil dari kajian hadis tersebut bisa didapatkan.
Namun, karena diminta secara cepat maka saya jelaskan sekenanya (maklum saya
awam bin bodoh).
Syarh
Bagian yang pertama
pada hadis di atas: Maknanya saya kira berkaitan dengan perilaku yang kurang baik. Jika mengamati saat Imam
Baqir hidup yang berada dalam suasana kekacauan politik Dinasti Umayyah yang
berakhir direbut keluarga Abbas yang beralih kuasa menjadi Dinasti Abbasiyah
maka bisa dipastikan ada orang-orang yang cari kesempatan dan memanfaatkan
situasi dengan membawa nama Rasulullah saw dan Ahlulbait untuk legitimasi.
Memang tidak dipungkiri kesakralan Rasulullah saw dan Ahlulbait masih amat
dimuliakan oleh umat Islam. Maka untuk diakui oleh umat Islam, penguasa kadang
memerlukan legitimasi dari Ahlulbait selaku keturunan suci dari Rasulullah saw.
Agama menjadi landasan untuk menampilkan citra baik di kalangan masyarakat.
Dalam Al-Quran pun disebutkan ada larangan untuk menjual ayat-ayat Al-Quran
dengan harga murah, dengan seenaknya, atau digunakan kepentingan pribadi dan
golongan.
Bagian kedua: Paling kita hanya mengira-ngira. Yang kaca: mungkin menampilkan apa adanya. Baik yang buruk atau yang baik. Kalau kita becermin terlihat semuanya. Baik yang asli atau yang palsu.
Cermin tidak bohong atau direkayasa. Kecuali kalau diberi cat warna sehingga
tidak jernih. Cermin yang jernih dan bersih akan menampilkan apa adanya yang
ada pada diri kita: baik atau buruk, akan terlihat dan tampak. Di depan cermin
biasanya kita sendiri menilai diri sendiri. Bisa juga dipahami bahwa yang kita lakukan dan ucapakan ibarat ceret atau teko. Yang keluar dari lisan dan ditampilkan dalam perilaku adalah cerminan dari apa-apa yang dibaca
atau diakses. Kalau teko diisi dengan air kopi, yang keluar saat dikucurkan tentu air kopi. Begitu pun yang ada pada pikiran dan dikeluarkan dalam bentuk ucapan atau
tulisan. Tidak jauh dari yang kita akses atau baca dan dengar. Karena itu, perlu menyaring informasi dan memilih bacaan yang baik atau memilah informasi yang baik untuk kita dengar. Tentu yang positif layak didahulukan.
Sekarang yang ketiga:
Untuk yang emas: mungkin yang dimaksud
adalah Muslim Sejati. Dia tangguh dalam musibah, tinggi dalam akhlak, dan terkenal karena kecerdesan atau kecemerlangan nalar (ilmu). Mungkin ini yang dimaksud
sosok manusia Syiah yang sejati (yang diakui oleh Aimmah Ahlulbait). Wallahu'alam.
Entahlah saya tidak berani syarh lebih jauh atas kalimat hadis Al-Baqir tersebut. Itu yang diuraikan di atas hanya kira-kira saja. Silakan langsung cek syarh kitab Biharul Anwar. Jika
ada kitabnya. Saya belum temukan. Mohon maaf itu hanya perkiraan saya semata. Semoga ada yang mampu menjelaskan lebih jauh sesuai dengan kaidah syarh hadis. Diantos….
[ahmad sahidin]