Jalaluddin Rakhmat dalam buku Meraih Cinta
Ilahi menyatakan bahwa Allah memelihara manusia bukan hanya dengan kebahagiaan
atau kegembiraan, tapi juga dengan penderitaan dan kesedihan.
Tujuannya adalah
agar kita lebih sadar dan berupaya mencapai kesempunaan. Artinya, bahwa dengan
musibah sebenarnya kita sedang dituntut untuk peka dan peduli sekaligus berikhtiar
melakukan pemeliharaan kehidupan manusia dan alam dengan sebaik-baiknya.
Pada
konteks ini Allah percaya bahwa manusia sanggup memikul perintah dan
larangan-Nya; karena telah diberikan potensi-potensi (akal, hati dan indera)
dan kesiapan untuk menerima segala yang ada dan melekat pada dirinya (taklifi).
Artinya, dalam kehidupan di dunia ini manusia merupakan khalifah yang harus
hidup berdasarkan peran dan tugasnya serta siap bertanggungjawab atas akibat
yang akan diterimanya. Dan kita harus mulai introspeksi bahwa fenomena tersebut
merupakan teguran dari Allah atas kelalaian terhadap saudara kita dan terhadap perintah
maupun larangan-Nya.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi
dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah; supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu
jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS Al-Hadiid
[57] : 22-23).
Ayat di atas begitu menyentak hati karena berkaitan dengan pelbagai
bencana yang hadir di negeri ini. Mungkin ini sebuah ketentuan ilahiyah.
Artinya, semua hal yang berkaitan dengan manusia, alam, dunia, dan makhluk-makhluk
lain tidaklah paripurna. Sebab ada Yang Mahasempurna, laisya kamislihi syaiu`n—Allah
itu tidak ada bandingannya alias tidak sama dengan ciptaan-Nya. Dialah pemegang
semua ketentuan dan kejadian semua ciptaan dan makhluk-Nya. Inilah kekuasaan
Allah.
Inilah yang menyadarkan kita bahwa manusia itu tidak ada apa-apanya.
Manusia dan kehebatannya, tidaklah mampu melawan ketentuan Yang Mahadahsyat,
Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang
tidak sempurna—meskipun prencanaan dan antisipasi telah dilakukan sebelumnya.
Rencana Allah lebih hebat dan luar biasa dari kehendak makhluk-Nya.
Bukankah dengan seringnya tubuh kita begerak,
darah dan otot-otot kita tidak kaku dan tidak membeku? Bukankah dengan
seringnya derita menimpa, diri kita akan semakin tangguh dan kebal hingga lebih
siap menghadapi pelbagai cobaan yang menghadang kita? Dan apabila ini pelipur
lara, anggaplah begitu. Setidaknya untuk menjadi bahan introspeksi (muhasabah),
bahwa negeri ini butuh perbaikan-perbaikan. Dan kita harus memulainya.
Seperti
kata KH Abdullah Gymnastiar, mulai dari diri kita, mulai dari yang terkecil,
dan mulai dari saat ini (3 M). Camkan ini, bila kita masih menganggap diri
sebagai manusia—boleh jadi engkau tak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu
(QS Al-Baqarah [2] : 216).
(AHMAD SAHIDIN)
(AHMAD SAHIDIN)