Perkembangan sejarah pemikiran Islam, terutama dalam kajian teologi Islam pada masa
sekarang ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Para cendekiawan Muslim mulai melakukan
kajian dan penafsiran yang lebih mendalam dan kontekstual atas sumber-sumber
teologi Islam (Al-Quran dan As-Sunnah) dengan lebih kritis dan ilmiah.
Bentuk teologi
Islam yang dikajinya berbeda dengan teologi Islam klasik, terutama dari pokok
bahasan dan bentuk karyanya. Bila dalam teologi Islam klasik yang dibahas
adalah persoalan hakikat yang berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah
(Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah saw yang berhubungan dengan ketuhanan,
keimanan, takdir, dosa, kafir, kufur, imamah, khalifah, dan perbuatan-perbuatan
manusia.
Teologi Modern
Sedangkan teologi Islam modern yang dibahas adalah persoalan bagaimana mewujudkan nilai dan ajaran Islam dalam konteks praktis dan aksi kemanusiaan yang sedang dihadapi umat Islam, sehingga bisa menjadi solusi atas permasalahan tersebut.
Sedangkan teologi Islam modern yang dibahas adalah persoalan bagaimana mewujudkan nilai dan ajaran Islam dalam konteks praktis dan aksi kemanusiaan yang sedang dihadapi umat Islam, sehingga bisa menjadi solusi atas permasalahan tersebut.
Sebagai contoh adalah Farid Essack di Afrika
Utara yang mengembangkan teologi pembebasan dan pluralisme. Dengan melakukan
penafsiran atas ayat-ayat Al-Quran, Essack mampu membangkitkan semangat
perlawanan orang-orang dhu`afa dan para petani miskin terhadap penindasan yang
dilakukan para tengkulak dan tuan tanah dan berhasil menciptakan kehidupan
perekonomian masyarakat miskin menjadi lebih baik.
Begitu juga
Murtadha Muthahhari, Ali Syari`ati, dan
Imam Khomeini. Dengan kekuatan nalar dan tafsir aktual yang bersumberkan ajaran
Islam dan tradisi Sy`iah, mereka sukses menggerakkan masyarakat Muslim Iran
untuk keluar menggulingkan pemerintahan rezim Pahlevi dan menggantinya dengan
pemerintahan Islam khas teologi Sy`iah yang dikenal dengan istilah
‘teodemokrasi’ atau wilayah faqih.
Kemudian sosok Muhammad Yunus dan aksi
Grameent Bank di Bangladesh, yang berhasil memberdayakan kaum dhu`afa dan
orang-orang miskin, terutama wanita. Yunus melalui Grameent Bank memberikan
pinjaman modal dengan pembayaran yang ringan dan terjun membimbing masyarakat
miskin Bangladesh dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi mikro hingga mereka
terlepas dari jeratan rentenir dan tengkulak.
Jika dilihat dalam nash,
aktivitas Yunus tersebut merupakan perwujudan tafsir
aplikatif surat Al-Balad yang memerintahkan untuk membebaskan perbudakan dan
tafsir aktual dari surat Al-Ma`un yang memerintahkan agar menyantuni anak yatim
dan miskin. Mungkin dalam penafsiran Yunus
berarti membebaskan orang dari jeratan atau perbudakan yang dilakukan rentenir
yang menghisap ‘darah’ masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah dengan
pinjaman-pinjaman yang berbunga.
Bahkan, Yunus
pun terjun ke masyarakat untuk mengarahkan, membimbing, dan menggerakkan
masyarakat miskin untuk berwirausaha dan bekerja secara mandiri dengan
menciptakan produk-produk khas daerah dan industri rumah tangga. Inilah bentuk
teologi Islam kontemporer yang berorientasi untuk transformasi sosial
masyarakat.
Aliran teologi
Islam, baik itu yang klasik atau kontemporer, pada dasarnya memang
membingungkan kalangan umat Islam ‘yang awam’ karena biasanya terjerat dengan
kotak mazhab atau firqah. Namun jika dilihat secara jernih,
ternyata aliran-aliran tersebut telah menunjukkan betapa kaya dan beragamnya
pemikiran dan penafsiran umat Islam terhadap sumber ajaran Islam.
Harus diakui
bahwa teologi Islam merupakan karya para ulama yang berupaya memecahkan
persoalan di zamannya dengan kiprah interpretasi sehingga melahirkan khazanah
intelektual Islam yang beragam. Dengan khazanah itulah kita
bisa melihat dan menilai langkah apa saja yang telah mereka lakukan untuk
Islam.
(Ahmad Sahidin, alumni jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN SGD Bandung)