Minggu, 12 April 2015

Bentuk Teologi Islam Modern


Perkembangan sejarah pemikiran Islam, terutama dalam kajian teologi Islam pada masa sekarang ini mengalami perkembangan yang cukup pesat.  Para cendekiawan Muslim mulai melakukan kajian dan penafsiran yang lebih mendalam dan kontekstual atas sumber-sumber teologi Islam (Al-Quran dan As-Sunnah) dengan lebih kritis dan ilmiah.

Bentuk teologi Islam yang dikajinya berbeda dengan teologi Islam klasik, terutama dari pokok bahasan dan bentuk karyanya. Bila dalam teologi Islam klasik yang dibahas adalah persoalan hakikat yang berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah saw yang berhubungan dengan ketuhanan, keimanan, takdir, dosa, kafir, kufur, imamah, khalifah, dan perbuatan-perbuatan manusia. 

Teologi Modern
Sedangkan teologi Islam modern yang dibahas adalah persoalan bagaimana mewujudkan nilai dan ajaran Islam dalam konteks praktis dan aksi kemanusiaan yang sedang dihadapi umat Islam, sehingga bisa menjadi solusi atas permasalahan tersebut.

Sebagai contoh adalah Farid Essack di Afrika Utara yang mengembangkan teologi pembebasan dan pluralisme. Dengan melakukan penafsiran atas ayat-ayat Al-Quran, Essack mampu membangkitkan semangat perlawanan orang-orang dhu`afa dan para petani miskin terhadap penindasan yang dilakukan para tengkulak dan tuan tanah dan berhasil menciptakan kehidupan perekonomian masyarakat miskin menjadi lebih baik.

Begitu juga Murtadha Muthahhari, Ali Syari`ati,  dan Imam Khomeini. Dengan kekuatan nalar dan tafsir aktual yang bersumberkan ajaran Islam dan tradisi Sy`iah, mereka sukses menggerakkan masyarakat Muslim Iran untuk keluar menggulingkan pemerintahan rezim Pahlevi dan menggantinya dengan pemerintahan Islam khas teologi Sy`iah yang dikenal dengan istilah ‘teodemokrasi’ atau wilayah faqih.

Kemudian sosok Muhammad Yunus dan aksi Grameent Bank di Bangladesh, yang berhasil memberdayakan kaum dhu`afa dan orang-orang miskin, terutama wanita. Yunus melalui Grameent Bank memberikan pinjaman modal dengan pembayaran yang ringan dan terjun membimbing masyarakat miskin Bangladesh dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi mikro hingga mereka terlepas dari jeratan rentenir dan tengkulak.

Jika dilihat dalam nash, aktivitas Yunus tersebut merupakan perwujudan tafsir aplikatif surat Al-Balad yang memerintahkan untuk membebaskan perbudakan dan tafsir aktual dari surat Al-Ma`un yang memerintahkan agar menyantuni anak yatim dan miskin. Mungkin dalam penafsiran Yunus berarti membebaskan orang dari jeratan atau perbudakan yang dilakukan rentenir yang menghisap ‘darah’ masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah dengan pinjaman-pinjaman yang berbunga.

Bahkan, Yunus pun terjun ke masyarakat untuk mengarahkan, membimbing, dan menggerakkan masyarakat miskin untuk berwirausaha dan bekerja secara mandiri dengan menciptakan produk-produk khas daerah dan industri rumah tangga. Inilah bentuk teologi Islam kontemporer yang berorientasi untuk transformasi sosial masyarakat. 

Aliran teologi Islam, baik itu yang klasik atau kontemporer, pada dasarnya memang membingungkan kalangan umat Islam ‘yang awam’ karena biasanya terjerat dengan kotak mazhab atau firqah. Namun jika dilihat secara jernih, ternyata aliran-aliran tersebut telah menunjukkan betapa kaya dan beragamnya pemikiran dan penafsiran umat Islam terhadap sumber ajaran Islam.

Harus diakui bahwa teologi Islam merupakan karya para ulama yang berupaya memecahkan persoalan di zamannya dengan kiprah interpretasi sehingga melahirkan khazanah intelektual Islam yang beragam. Dengan khazanah itulah kita bisa melihat dan menilai langkah apa saja yang telah mereka lakukan untuk Islam.

(Ahmad Sahidin, alumni jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN SGD Bandung)