Rabu, 22 April 2015

Ulama itu Menangis

Salam. Maaf ini sekadar berbagi. Mohon maaf, barangkali ada yang pernah sama mengalami dan memiliki kiat yang manjur untuk mengatasinya.

Gerentes ini dimulai bahwa sebetulnya dalam hidup ini banyak yang harus disyukuri. Para penceramah agama menyatakan nikmat iman dan Islam yang harus disyukuri. Saya tidak paham dengan keduanya.

Saya hanya mampu merasakan betapa harus banyak syukur, mengucap terima kasih kepada Allah, dalam urusan belajar. Saya termasuk yang kurang dalam ilmu sehingga memerlukan curahan dan limpahan ilmu dari para guru.

Namun, seiring dalam belajar ini kadang dalam hati muncul rasa takabur merasa diri dapat pengetahuan lebih dari orang-orang yang hanya mengenyam pendidikan sekadarnya. Kala menyimak ceramah, pidato, atau paparan materi dari orang yang kapasitas ilmunya terukur oleh diri saya, langsung dalam hati muncul gerentes yang kurang baik. Ini yang saya alami. Ini mungkin yang disebut penyakit hati. Conggak, ujub, dan bangga dengan ilmu yang dimiliki. Meski tidak tampak dari luar, tetapi terasa dalam diri.

Kalau ditelaah, sebetulnya faktornya bukan dari diri. Biasanya karena sanjungan dan pujian orang lain yang mengakibatkan muncul ujub dan bangga. Yang bahaya kalau sampai menyepelekan kemampuan orang lain yang berada di bawah diri kita. Ini bahaya bagi perasaan dan pahala. Ini harus disadari dan ini yang saya rasakan.

Saya teringat dengan kisah seorang ulama yang pandai, cerdas, dan memiliki karya tulis serta sering dapat pujian dari orang lain. Suatu hari ulama itu duduk termenung memerhatikan bacaan buku di depannya. Ia hanya memerhatikan huruf dan rangkaian kalimat. Kemudian menangis. Seorang putranya menghampiri dan bertanya. Ulama itu mengatakan bahwa dirinya tidak bisa membacanya.

Lalu, dicoba dengan teks yang lebih besar. Ternyata tidak bisa baca. Huruf pun tidak diketahuinya. Seperti kala belajar masa kecil, hanya mengikuti putranya yang melafalkan kata dan kalimat. Ulama itu menangis dan terus meminta ampunan kepada Allah. Doa-doa yang hafal pun tidak ingat. Ayat-ayat Quran yang biasa dilafalkan tidak muncul ketika dipancing oleh putranya. Seperti yang baru mengenal saja dengan teks dan lafal yang diucapkan anaknya. Kabarnya, ulama itu mengurung diri dalam kamar dan banyak menyebut nama Allah. Besoknya setelah bangun dari tidur kembali lagi bisa membaca dan mengingat seluruh hafalan.

Saya lupa nama ulamanya. Kalau tak salah dari negeri Persia. Saya tidak tahu, apakah kejadian ulama itu amnesia atau memang sengaja dihilangkan oleh Allah? Mungkin hanya Allah Yang Mengetahuinya.

Terima kasih kepada Dia Yang Mahalayak dipuji, hari ini saya masih diberi kesadaran. Masih diberi pencerahan dan diberi kesempatan untuk mengetahui yang terjadi pada diri sendiri.

Bihaqqi Muhammadin wa aali Muhammad: bimbinglah aku menuju-Mu.
Bihaqqi Muhammadin wa aali Muhammad: bimbinglah aku menuju kepada-Mu.
Bihaqqi Muhammadin wa aali Muhammad: bimbinglah aku menuju petunjuk-Mu.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad  
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad   
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad