Jumat, 12 Februari 2021

Untuk Apa Terus Membaca Buku?

Seorang kawan pernah tanya saya. Di rumah saat social distancing, beraktivitas apa saja?

Saya jawab bahwa saya interaksi dengan keluarga di rumah, makan dan minum, beres-beres rumah, persiapkan bahan pembelajaran online, ibadah dan membaca buku. Dan membaca buku yang bisa banyak habiskan waktu untuk keseharian di rumah. Selain mengerjakan yang terkait dengan perbaikan rumah seperti memperbaiki genting dan bersih-bersih selokan serta lainnya.

Ia tanya lagi: memangnya untuk apa membaca buku? Kan pelajaran sudah dikuasai dalam mengajar. Apakah ada manfaatnya dari sisi finansial? Pertanyaan yang terakhir tidak saya jawab. Karena sudah jelas buku hanya nutrisi otak yang kemudian diberikan lagi melalui proses pendidikan dan pembelajaran.

Dari aktivitas pendidikan dan pembelajaran itu ada yang terkait dengan finansial berupa gaji setelah menunaikan tugas kerja di sekolah atau madrasah. Meski gaji tersebut lebih sekadar untuk menunjang dan mempertahankan atau hanya memenuhi kebutuhan dasar hidup berupa makan, minum, dan transportasi berupa bensin. Kadang itu juga belum mencukupinya sehingga harus dibantu penghasilan dari istri. Namun, saya menikmatinya saja. Entah bagaimana lagi? Karena saat ini baru urusan mengajar yang menjadi sumber pendapatan saya.

Dari membaca buku yang dihasilkan hanya wawasan, pengetahuan dan keilmuan saja. Dari buku itu mengantarkan saya tetap bisa mengajar. Bukankah seorang pengajar harus memiliki wawasan keilmuan dan memberikan petunjuk dengan didasarkan ilmu pada murid-muridnya? Dan dari ilmu itu, para murid dan saya kemudian mengembangkannya.

Saya sampaikan bahwa saya hanya membaca buku saja. Bukunya yang dimiliki di rumah atau yang dipinjam dari kawan dan perpustakaan. Kemudian hasil bacanya dibagikan dalam bentuk ulasan buku, share kepada murid, atau cukup tersimpan dalam memori otak. Itu yang dilakukan terkait dengan membaca buku. Murni terkait dengan memperkaya diri dengan ilmu dan pengetahuan. Tidak terkait dengan finansial. 

Ketahuilah aktivitas membaca buku tidak menghasilkan uang karena belum ada yang memintanya sebagai pekerjaan. Sudah pernah saya ajukan ke penerbit-penerbit buku untuk menjadi "pekerja lepas" yang meresensi buku-buku dari penerbit tersebut. Namun, belum ada yang merespons. Dan situasi literasi di negeri ini belum dikatakan baik. Akses baca langsung dunia virtual. Loncat dari budaya dengar ke tontonan dengan melihat dunia maya di gadget. Budaya baca teks buku belum bagus dan tidak menjadi tradisi. Padahal akses buku lebih punya kedalaman dalam ilmu dan bisa dikatakan ada proses saat menyimpan dalam memorinya. Apalagi kalau baca bukunya dari awal sampai akhir tuntas, maka tahapan menyelesaikan buku itu merupakan proses. Mulai dari membaca bersambung kemudian bepindah pada bagian dan bab selanjutnya serta diujung untuk terkait ilmu pengetahuan kadang ada simpulan. Dengan tahap-tahap yang berproses itu maka literasi melalui buku lebih mengendap dari aspek pengetahuan dan seseorang bisa mengambil inspirasi secara mandiri. Membaca buku sampai tuntas dapat dikatakan prestasi mandiri. Dipilih sesuai keinginan tema yang dibaca kemudian dituntaskan bacanya. Itulah kerja mandiri.

Kemandirian dalam menyelesaikan buku, yaitu membacanya sampai tuntas, akan mengantarkan seseorang memahami proses dan memiliki kesabaran untuk mengerjakan secara tekun projek yang dikerjakannya. Pengalaman dan proses dalam dunia pendidikan teramat penting dan harus diperbanyak untuk menambah keahlian dalam bidang yang digelutinya. Modalnya yaitu dengan membaca buku yang sesuai dengan minatnya.

Saya kira, dunia virtual lebih instan dan terlalu banyak informasi, sehingga bercampur dengan hoax. Ini bisa dialami kalau seseorang sudah bisa menimbang dari sisi logis dan mempunyai kemampuan analisa sehingga bisa memilih dan memilahnya mana yang layak menjadi pengetahuan dan dapat dipercaya dari segi kebenarannya. Hanya itu saja yang saya ketahui. 

Karena itu, saat ditanya mengapa terus dilakukan aktivitas baca buku? Saya jawab dengan argumen agama, yaitu dalam rangka menunaikan perintah Allah dalam kitab suci Alquran bahwa "iqro bismirobbikalladzi kholaq" (Alaq:1).

Dan saat pembatasan interaksi secara sosial dan #diamdirumahsaja ini saya kira buku menjadi "teman" terbaik setelah keluarga. Saya sendiri merasa manfaat ada instruksi pemerintah untuk diam di rumah sebab banyak buku yang belum dibaca dan saat sekarang momentum yang tepat. 

Meski dalam satu pekan harus piket ke sekolah, ya tetap membaca buku dan memberikan pembelajaran via classroom terus dijalani. 

Insya Allah, saya ikut dan taat pada ketentuan pemerintah menyangkut upaya cegah Covid19 ini.

Semoga jumlah penderita corona berkurang dan kembali sehat lahir batin, serta  warga Indonesia terbebas dari wabah tersebut. Aamiin Ya Robbal 'alamiin. *** (Ahmad Sahidin)