Selasa, 02 Februari 2021

Tarikh Nabi: Sekilas Masyarakat Arab sebelum Islam

PARA sejarawan menyebutkan nenek moyang penghuni kawasan Arab adalah Nabi Ismail as (putra Nabi Ibrahim as) dan ibunya, Hajar. Kisah Ismail kecil yang menangis sambil kakinya menendang tanah menjadikan air memancar dan menjadi sumber air yang kemudian dikenal dengan zamzam. Air inilah yang kemudian menarik orang-orang untuk menetap dan menjalani kehidupan hingga menjadi sebuah masyarakat Arab yang bersuku-suku dan terbagi dalam daerah-daerah atau kabilah-kabilah.

Apalagi dengan adanya Ka’bah, pusat ziarah dan keagamaan yang dibuat oleh Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, membuat negeri Makkah, Arab, semakin hidup dengan berbagai bentuk aktivitas manusia. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa masyarakat Arab berasal dari orang-orang Yaman yang menetap dan hidup dalam lingkungan baru yang dirintis keluarga Nabi Ibrahim as, Ibunda Hajar dan Nabi Ismail as.

Kehidupan masyarakat Arab sebelum datang agama Islam diisi dengan perdagangan, perjudian, peperangan antarsuku, perzinahan, dan perbuatan asusila. Pada masa itu sedikit sekali orang yang tertarik dengan keilmuan dan moralitas. Masyarakat Arab tidak memiliki minat terhadap ilmu dan perilaku mulia. Bahkan, orang yang memiliki kemampuan baca tulis pada waktu itu termasuk memalukan sehingga orang-orang tidak minat untuk mempelajarinya. Yang diminati mereka berupa barang mewah, istri-istri cantik, uang, derajat kekuasaan, dan mempunyai budak yang banyak. Hal-hal yang bersifat materi yang diminati oleh masyarakat Arab. Kalau pun ada unsur keagamaan tidak lebih sekadar melanjutkan kebiasaan nenek moyang. Karena itu, ilmu dan nilai-nilai kemanusiaan sangat tidak diutamakan oleh masyarakat Arab. Terbukti saat Islam hadir hanya ada tujuh belas orang Quraisy (Makkah) yang bisa membaca dan dua belas orang dari suku Aus dan Khazraj (Madinah).

Memang ada yang berpendapat bahwa bangsa Arab pra Islam memiliki keistimewaan, seperti memuliakan tamu, daya hafalnya kuat, kesetiaan memegang janji, setia membela kabilah, dan keberanian dalam bertempur. Namun keistimewaan tersebut hanya didasarkan pada tujuan-tujuan rendah. Orang-orang Arab menghormati tamu bukan karena nilai kemanusiaan, tetapi takut dipermalukan para penyair yang sering berada di tempat-tempat keramaian.

Begitu pun tentang hafalan, setiap bangsa yang belum mengenal budaya tulis pasti tidak lepas dari budaya hafal. Dibandingkan dengan orang-orang India, budaya hafal orang Arab tidak seberapa. Orang-orang India yang hidup sebelum zaman Nabi Muhammad saw telah memiliki cerita Mahabharata, Bharatayudha, dan  Bhagawad Ghita, yang disampaikan turun temurun secara lisan sampai sekarang. Dalam buku-buku sejarah yang beredar belum terbukti masyarakat Arab pra Islam memiliki karya sastra lisan yang monumental. Sedangkan tentang kesetiaan memegang janji pun tidak terbukti karena orang-orang Arab ternyata sering ingkar. Juga tentang keberanian orang-orang Arab didasarkan karena nekad dan situasi yang keras sehingga pilihannya hanya menyerang atau diserang.

Apalagi kesetiaan pada suku, bukan sesuatu yang istimewa karena dalam kebudayaan manusia di belahan Asia dan Afrika pun cenderung dipegang kuat. Setiap daerah yang memiliki hubungan kekuasaan wilayah atau ikatan keluarga biasanya saling menjaga di antara mereka. Karena itu, dapat dipahami diutusnya Nabi Muhammad saw di kawasan bangsa Arab agar mereka mengenal nilai-nilai kemanusiaan dan diarahkan hidup mereka pada spiritual dan perilaku mulia (akhlak). *** (Ahmad Sahidin)

Sumber bacaan

Maulana Wahiduddin Khan, Muhammad: Nabi untuk Semua (Jakarta: Alvabet, 2005). 

Jafar Subhani, Sejarah Nabi Muhammad saw: Ar-Risalah (Jakarta: Lentera, 2006).

Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru (Bandung: Mizan, 1995).

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007).

Jalaluddin Rakhmat, Al-Mushthafa: Manusia Pilihan yang Disucikan (Bandung: Simbiosa, 2008).

R.A.A Wiranata Koesoema, Riwajat Kangjeng Nabi Moehammad saw (Bandung: Islam Studie Club, 1941).