DALAM ilmu-ilmu Islam (Dirasah Islamiyyah),
pembahasan teori politik terdapat pada ilmu fiqih, khususnya fiqih siyasah
karena di dalamnya terdapat bahasan mengenai pengaturan, hukum-hukum, tata
negara, dan kepemimpinan. Sedangkan bentuk dan sistem atau perilaku politik dan
pandangan politik masuk dalam kajian sejarah Islam (tarikh). Hampir
setiap kali membaca buku sejarah Islam pasti tidak lepas dari pembahasan
kekuasaan, perebutan jabatan, dan pemerintahan. Karena itu, tidak salah kalau
ada yang berpendapat bahwa sejarah adalah politik masa lalu dan politik
sekarang merupakan sejarah masa depan.
Kamis, 29 Juni 2017
Selasa, 20 Juni 2017
Renungan: Islam Kita
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw merupakan
risalah sempurna. Selain menyempurnakan ajaran-ajaran yang dibawa para Nabi
sebelum Nabi Muhammad saw, juga dalam rangka membebaskan manusia dari kebodohan, kezaliman, dan perilaku tidak manusiawi. Masyarakat Mekkah yang masih berperilaku tidak bermoral diubah dengan
ajaran Islam menjadi supaya
mengedepankan akhlak mulia. Sehingga dengan hadirnya Rasulullah saw maka masyarakat Arab yang
terbelakang menjadi terkenal. Hingga kini pun masih tercatat kejayaannya dalam sejarah.
Peradaban Islam yang muncul dengan berbagai
khazanah intelektual, monumen-monumen megah, dan warisan ilmu pengetahun yang
tiada duanya, menjadi sumbangan besar untuk perkembangan dan kemajuan dunia
sekarang.
Sumber yang membebaskan dan mencerahkan itu
adalah ajaran Islam yang terdapat dalam al-Quran dan penuturan hikmah dari
Rasulullah saw. Tanpa berpegang pada kedua sumber tadi, Islam hanya namanya
saja. Seperti masa sekarang ini, Indonesia hanya terkenal dengan kuantitas
(jumlah), namun belum berkualitas atau menjadi solusi atas pelbagai masalah
bangsa.
Seharusnya umat Islam Indonesia mulai berpikir
untuk menjadi solusi, bukan menambah masalah. Persoalan ekonomi dan himpitan
beban hidup kadang menjadi persoalan yang tidak pernah selesai dengan sebuah
seminar atau konferensi. Tapi butuh aksi dan tindakan nyata dalam bentuk
program-program yang membangkitkan hajat hidup orang banyak.
Langkah tersebut membutuhkan sokongan material
yang tidak sedikit. Sebagian masyarakat Islam di Indonesia, bila diteliti
sebetulnya berada dalam garis kecukupan dan kemapanan ekonomi. Tengok saja
anggota parlemen dan pengusaha-pengusaha yang memiliki beberapa perusahaan atau bisnis
itu rata-rata mengaku beragama Islam. Tidak dipungkiri juga yang miskin pun
beragama Islam.
Ironis, identias yang sama, tetapi saling bertolak belakang. Tidak
menjadi satu kesatuan merajut masyarakat yang bermartabat, makmur, sejahtera, dan berkah.
Tampaknya di antara orang Islam yang kaya belum seluruhnya memiliki kesadaran untuk membantu
saudaranya yang dhu`afa. Mereka tidak menyadari bahwa pada harta atau rezekinya
terdapat hak-hak orang-orang dhuafa dan fakir miskin.
Harus disadari bahwa Allah menjadikan dalam
harta para orang kaya ada hak orang dhuafa dan fakir miskin ini semata-mata
demi terwujudnya masyarakat makmur, sejahtera, dan munculnya rasa empathi
terhadap sesama. Andai saja harta atau rezeki tetap terkungkung dan hanya
berputar pada orang kaya semata, maka akan berakibat malapetaka berupa tindakan
kejahatan sosial dan perampokan.
Hadirnya orang-orang miskin dan dhuafa sendiri
dalam al-Quran di dunia ini untuk mendapatkan karunia Allah melalui orang-orang
dermawan. "Dan Kami hendak memberi karunia bagi orang-orang yang tertindas
di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka
orang-orang yang mewarisi bumi" (QS.Al-Qasas [28]:5).
Ketidakpedulian atau enggan berbagi rezeki
merupakan sifak bakhil. Sifat atau karakter ini merupakan buah dari cinta dunia
dan akhlak yang tercela. Tentang sifat bakhil disebutkan dalam Al-Quran:
“(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka” (QS.An-Nisa: 36); Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat” (QS.Ali-Imran: 180)”.
“(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka” (QS.An-Nisa: 36); Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat” (QS.Ali-Imran: 180)”.
Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari,
Rasulullah saw mengingatkan, “Takutlah kalian terhadap sifat bakhil, karena
sifat ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Membawa mereka pada
pertumpahan darah, dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan.”
Dengan berbagi, peduli, dan menunaikan hak-hak
dhu`afa yang besarnya tak seberapa dibanding denga kebutuhan hidup harian kita,
berarti kita menjadi manusia merdeka. Mari bebaskan diri kita dari hak dhuafa! [ahmad
sahidin]
Minggu, 18 Juni 2017
Kembali dan Taubat
DALAM bahasa Arab ada beberapa kata untuk
menunjukan kata kembali. Pertama adalah ‘id atau ‘aud, berasal dari
"‘ada-ya'ûdu-'îdan-wa-'audan", yang artinya kembali. Kata `Id
biasanya berdampingan Fitri, artinya suci. Jadi, Idul fitri artinya kembali
kepada fitrah. Namun ada yang mengatakan Fitri berasal dari kata Futhûr
sehingga Idul Fitri bisa bermakna kembali lagi kepada kegiatan seperti biasa.
Kedua adalah rujû' dari kata
"raja'a-yarji'u-rujû'an", yang artinya kembali lagi, yang biasanya
digunakan khusus untuk orang yang bercerai. Dalam Quran, kata Ruju' ini
maknanya kembali kepada Allah. Contohnya ayat "innalillahi wa inna ilaihi
raji'un—kita semua kepunyaan Allah dan hanya kepada Dia kita semua
kembali". Orang yang kembali disebut "raji" dan tempat
kembalinya disebut "marji'", seperti yang terdapat dalam ayat
"ilayya marji'ukum-Kepada Akulah kembali semua" (QS.Ali-Imran [ 3] :
55).
Ketiga adalah Taubat. Kata ini biasanya
digunakan untuk orang yang telah berbuat dosa, yang kemudian sadar atau kembali
pada jalan yang benar. Taubat berasal dari kata "Tâba-
Yatûbu-Taubatan". Orang yang kembali disebut Tâib dan yang kembalinya
berulang-ulang dan terus-menerus disebut Tawwâb. Dalam Quran surat al-Baqarah
[2] ayat 222 ada kalimat, "Innallãha yuhibbu tawwãbina wa yuhibul mutathahhirin-sesungguhnya
Allah mencintai orang yang banyak bertaubat dan memelihara kesucian
dirinya".
Dalam kitab Manãjilus Sãirin, disebutkan bahwa
manusia dalam menempuh perjalanan kepada Allah diawali dengan maqam (stasiun)
yaqzhah atau kesadaran. Yakni seorang manusia yang menyadari dirinya atas semua
dosa dan kekurangan amal, sehingga bergerak melakukan aktivitas yang baik,
bertaubat, dan memperbanyak amal.
Kesadaran untuk kembali pada "yang suci
dan jalan Ilahi" inilah biasanya disebut Idul Fitri, kembali pada
kesucian. Setiap manusia memang memiliki potensi "kesucian" yaitu
keinginan untuk kembali kepada Allah. Hasrat kembali pada Yang Mahasuci ini
selalu ada jauh dalam hati. Seperti "pelita" atau "cahaya"
Ilahi yang menyala dalam hati yang dalam Quran disebut ‘misykat'. "Allahu
nûrus samãwati wal ardh, matsalu nûrihi kamiskah, fîha misbah-perumpamaan
cahaya Allah itu seperti misykat. Yang di dalamnya ada pelita " (QS.An-Nur
(24):35). Misykat dalam bahasa Arab adalah sebuah tempat seperti mangkuk terbalik.
Mungkin seperti kubah Masjid yang seringkali bercahaya karena ada lampu yang
memijar.
Begitu pun dengan diri manusia. Kaum Muslimin
selama satu bulan ditempa dalam madrasah ruhani, yaitu shaum ramadhan, akan
menampakan dirinya sebagai manusia bertakwa yang suci. Maka tak salah bila di
akhir Ramadhan semua umat Islam merayakan prestasi yang didapatnya itu dengan
shalat Idul Fitri, halal bi halal (bermaaf-maafan), silaturahmi ke saudara jauh
(mudik), dan menyempurnakan amal ibadahnya dengan shaum sunnah 6 hari.
Mereka yang meraih fitrah, diri yang suci
setelah menjalankan ibadah shaum Ramadhan, selayaknya bersyukur pada Allah dan
berupaya mempertahankan kualitas ibadah seperti di bulan Ramadhan. Kalau
Ramadhan biasanya shalat di Masjid, di luar Ramadhan pun harus dilakukan. Kalau
di bulan Ramadhan bisa tilawah Quran sampai khatam, kenapa tidak di bulan pun
khatam hingga beberapa kali. Intinya, setelah Ramadhan bagi Umat Islam bukan suasana
"balas dendam" untuk memanjakan nafsu badani. Juga bukan untuk
menjadikan diri sebagai makhluk yang konsumerisme, berlebih-lebihan dalam
segala hal.
Bukankah Ramadhan hanya satu bulan dalam
setahun? Artinya, Ramadhan itu ibarat perisai yang melindungi dari segala
serangan tombak dan anak panah selama setahun, sampai tiba kembali bulan
Ramadhan. Kalau diri ini sudah memiliki perisai, kenapa tidak digunakan untuk
menangkis hal-hal yang dapat menjerumuskan dalam kemaksiatan dan dosa dalam
kehidupan sehari-hari.
Senin, 12 Juni 2017
Resensi buku Hayy bin Yaqdzan
HAYY BIN YAQDZAN adalah nama seorang
manusia yang tinggal di Pulau Wak-wak. Ia disebutkan berasal dari tanah yang
menggumpal dan lama kelamaan membentuk makhluk dan diberi ruh oleh Tuhan.
Sehingga hidup dan menjalankan kehidupannya. Juga disebut Hayy lahir dari
seorang perempuan keluarga raja yang melakukan “hubungan” tanpa restu raja. Khawatir
diketahui buah hubungan itu, maka saat lahir diayunkan mengalir pada sungai
hingga tiba di pulau Wak-wak dan menjadi manusia pertama yang berada di pulau
tersebut.
Kamis, 01 Juni 2017
Awal Ramadhan, Khatam Buku Ensiklopedia Islam, Menguak Akar Spiritualitas Islam Indonesia, Puasa Ramadhan, dan Etika Ukhuwah
Mungkin sudah menjadi kebiasaan, setiap
kali tiba bulan suci Ramadhan saya membaca buku tentang agama Islam. Membaca
yang terkait dengan ibadah di bulan Ramadhan dan hal-hal yang berkaitan dengan
peradaban Islam.
Alhamdulillah hari ketiga Ramadhan ini
sudah empat buku yang khatam. Ya,
dari sisi bacanya tuntas dari awal hingga akhir buku. Sekali lagi hanya tuntas
baca. Sedangkan aspek pemahaman dan ilmu yang didapatkan dari buku tersebut,
saya rasa belum dapat. Maklum saya kurang ahli dalam meresapi khazanah ilmu.
Masih bodoh dan sedang coba untuk keluar darinya. Mohon doa dari pembaca! Mari kita urai buku yang saya baca tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)