SEORANG sahabat yang amat miskin datang pada
Nabi Muhammad SAW sambil mengadukan tekanan ekonomi yang menghimpitnya.
Tsalabah bin Hatib Al-Anshari namanya. Tsalabah adalah seorang miskin. Setiap
selesai shalat, dia buru-buru pulang karena pakaian penutup auratnya harus
dipakai bergantian dengan isterinya.
Diceritakan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu
Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun
Nuzul (hal. 191-192), yang meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy
dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy,
ia berkata bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata: "Ya Rasulullah,
berdo'alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta."
Lalu Rasulullah menjawab, ”Celaka engkau wahai
Tsa'labah! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau
tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi
Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan
perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku.”
Tsa`labah kembali mendesak Rasulullah, “Demi
Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah
agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya
(zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Karena alasan itu, Rasulullah
berdoa, “'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa'labah'.”
Tsa'labah mulai membeli kambing ternak.
Ternaknya berkembang pesat sehingga ia harus membangun peternakakan yang jauh
dari Madinah. Setiap hari ia sibuk mengurus ternaknya. Ia tidak dapat lagi
menghadiri shalat jamaah bersama Rasulullah saw di siang hari. Hari-hari
selanjutnya, ternaknya semakin banyak; sehingga tidak dapat lagi menghadiri
shalat Jumat dan shalat jenazah.
Suatu ketika Rasulullah bertanya kepada para
shahabat, "Apa yang dilakukan Tsa'labah?"
Mereka menjawab, "Ia mendapatkan seekor
kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit
baginya."
Mendegar itu, Rasulullah mengutus dua orang
untuk mengambil zakat dari Tsa`labah. "Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah
dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua,"
perintah Rasulullah. Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta
zakatnya. Sesampainya di sana dibacakan surat dari Rasulullah.
Seusai membaca surat, Tsa'labah berkata,
"Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak? Aku
tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini!”
Lalu keduanya pulang dan menghadap Rasulullah.
Tatkala Rasulullah melihat kedua utusannya itu pulang tidak membawa hasil,
Rasulullah langsung berujar, "Celaka engkau, wahai Tsa'labah!”
Saat itu turunlah wahyu, "Dan di antara
mereka ada yang telah berikrar kepada Allah, ’Sesungguhnya jika Allah
memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah
dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka setelah Allah
memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia
itu, dan berpaling, dan mereka memang orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada
waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa
yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.
Tidaklah mereka tahu bahwasannya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka,
dan bahwasannya Allah amat mengetahui yang ghaib?" (QS.At-Taubah:75-78).
Tsa'labah mendengar ayat itu turun mengecam
dirinya. Ia mulai ketakutan. Segera ia temui Nabi sambil menyerahkan zakatnya.
Akan tetapi Nabi menolaknya. "Allah melarang aku menerimanya," kata
Nabi saw.
Setelah Nabi wafat, Tsa'labah menyerahkan
zakatnya kepada Abu Bakar, kemudian Umar. Namun kedua Khalifah ini pun menolak
dengan alasan Nabi Muhammad saw sendiri tidak menerima zakatnya. Hingga pada
masa Utsman bin Affan, zakatnya tak diterima. Tsa`labah meninggal di masa
khalifah ketiga ini.
Aadakah orang yang sama seperti Tsa`labah di
zaman sekarang ini? Pastinya pantas diakui kalau di negeri ini terdapat
orang-orang seperti Tsa`labah. Bukankah kita dengan alasan sibuk berbisnis tak
lagi sempat shalat lima waktu? Atau karena
alasan ada rapat penting kita lupakan perintah untuk shalat Jumat. Bukankah
ketika ada yang meminta sedekah dan zakat, kita katakan pada mereka bahwa harta
yang kita miliki ini hasil kerja keras, siang-malam membanting tulang; bukan
turun begitu saja dari langit, lalu mengapa orang-orang mau enaknya saja minta
sedekah tanpa harus kerja keras.
Tsa`labah memang musuh kaum dhuafa. Tsa`labah
adalah fakta historis betapa murkanya Allah dan Rasulullah saw bila kita tak
mengeluarkan hak kaum dhuafa yang ada dalam harta kita.
Dahulu Tsa'labah menangis di depan Nabi yang
tak mau menerima zakatnya. Kini, jangan-jangan kita bukan hanya akan menangis
namun berlumuran darah saat kaum dhuafa menolak sedekah dan zakat kita!
Astaghfirullah al-adzim.[]