Jumat malam Sabtu, 1 Agustus 2014, saya bersama istri makan ikan gurame bakar di jalan Kopo Bandung. Ikannya masih segar dan nikmat dimulut. Ikannya ukuran besar bisa
untuk empat orang. Namun, ikan besar itu dilahap berdua.
Bumbunya mengingatkan saya pada ikan mas bakar ketika makan di Kuningan, di lokasi (kalau tak salah) Paseban Cigugur, penganut keyakinan Adat Karuhun Urang Sunda. Saat itu saya bersama teman-teman ikut serta dalam penelitian budaya dan agama di Cigugur Kuningan, Jawa Barat.
Bumbunya mengingatkan saya pada ikan mas bakar ketika makan di Kuningan, di lokasi (kalau tak salah) Paseban Cigugur, penganut keyakinan Adat Karuhun Urang Sunda. Saat itu saya bersama teman-teman ikut serta dalam penelitian budaya dan agama di Cigugur Kuningan, Jawa Barat.
Bumbu
ikan gurame bakar di Kopo Bihbul itu terasa jahenya, manis, dan dagingnya
empuk. Harganya pun luar biasa. Untuk yang biasa makan pecel lele
pinggiran atau bakso, mungkin bisa termasuk mahal. Termasuk saya dan istri pun
kaget saat pembayaran. Karena sudah dimakan, pastinya harus dibayar. Istri saya
bilang: Bah, itu uang jatah untuk membeli buku dan biaya servis motor. Saya
jawab: Tak apa, moga saja nanti ada rezeki tambahan.
Tiba di rumah langsung ke kamar mandi. Terasa sakit perut karena saat makan banyak
melahap lalapan dan sambal. Lalu, shalat maghrib dan isya. Duh, ikan bakar bikin sakit perut. Tapi nikmat pas dimulut. Sesal saya adalah berlebihan saat lahap sambal. *** (ahmad sahidin)