Pada suatu malam yang sunyi, hadir sebuah mimpi yang mengendap seperti pesan yang belum selesai dibacakan. Dalam mimpi itu, aku bertemu dengan guru besar—sosok yang selama ini menjadi penuntun dan cahaya dalam perjalanan ilmu.
Kami berpapasan di sebuah tempat yang tak sepenuhnya kukenal, namun terasa dekat di batin. Beliau memandangku, aku pun memandang balik, seolah ada salam yang ingin diucapkan. Namun sebelum kata-kata menemukan jalannya, sang guru justru melangkah cepat, memasuki sebuah ruangan yang penuh tamu, penuh orang yang tampak siap mendengar sesuatu yang sangat penting.
Aku mengikuti langkah itu. Ruangan itu seperti majelis yang sarat makna—penuh perhatian, penuh kehormatan, penuh cahaya ilmu. Aku mencoba memasuki ruangan tersebut, namun sebuah dorongan tak tampak menggiringku kembali keluar. Aku tidak diizinkan untuk masuk. Aku hanya berdiri di ambang pintu, melihat tetapi tidak terlibat, dekat namun tetap di luar.
Mimpi itu meninggalkan jejak tanya: Mengapa aku tidak boleh masuk? Apa makna berada di luar ketika guru besar sedang menyampaikan sesuatu yang berharga?
Membaca Simbol Mimpi: Pendekatan Ibnu Qayyim
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah membantu membuka tabir mimpi dengan cara yang reflektif dan mendalam. Ibnu Qayyim mengajarkan bahwa mimpi hanyalah isyarat dan harus dilihat melalui kacamata: keadaan jiwa, kesiapan batin, dan pesan lembut yang sering kali lebih ditujukan untuk memperbaiki daripada memberi kabar.
Guru sebagai simbol cahaya dan bimbingan
Dalam tradisi ruhani, seorang guru tidak hanya merepresentasikan pribadi tertentu, tetapi juga simbol dari ilmu, bimbingan, dan petunjuk. Bertemu guru dalam mimpi menunjukkan adanya panggilan ruhani untuk mendekat kepada nilai-nilai ilmu dan nasihat.
Ruangan penuh tamu sebagai majelis maqām
Ruangan yang dipenuhi orang menandakan majelis ilmu atau kedudukan spiritual yang sedang berlangsung. Banyak jiwa telah berada di sana, seolah siap menerima sesuatu yang berarti. Gurumu masuk ke ruangan itu bukan sebagai pelarian, tetapi sebagai penanda bahwa ada tugas atau penyampaian yang tak tertunda.
Tidak boleh masuk: penundaan yang sarat makna
Dihalangi untuk masuk bukanlah tanda penolakan. Dalam logika tazkiyah Ibnu Qayyim, Allah sering menahan seorang hamba dari satu maqām karena jiwa belum dipersiapkan untuk menerimanya. Penundaan adalah pendidikan, bukan pengabaian. Ia mengandung pesan bahwa perjalanan batin masih memerlukan pembersihan, penyempurnaan niat, atau penguatan kedekatan kepada Allah.
Ibnu Qayyim sering menyebut bahwa Allah menunda pemberian bukan karena hamba tidak pantas, tetapi karena waktu terbaiknya belum tiba. Penundaan adalah penjagaan agar hamba datang dalam keadaan yang lebih jernih dan lebih rendah hati.
Apa yang Ingin Diingatkan?
Dari mimpi ini, ada tiga pesan yang bisa direnungkan. Pertama, kesiapan batin lebih penting daripada kedekatan fisik. Mimpi ini menegaskan bahwa berada “dekat” dengan guru tidak selalu berarti siap menerima apa yang dibawanya. Yang dibutuhkan adalah kesiapan hati.
Kedua, ada maqām yang masih menunggu proses. Tidak semua orang langsung berada di majelis yang sama. Terkadang Allah menempatkan seseorang di ambang pintu terlebih dahulu untuk mendidik kesabaran dan kejujuran niat.
Ketiga, cahaya itu sudah dekat—tinggal memantaskan diri. Melihat guru adalah tanda bahwa hubungan spiritual tidak terputus. Meski belum masuk ke majelis, kehadiran beliau dalam mimpi adalah isyarat bahwa kesempatan akan datang, tetapi perlu disambut dengan persiapan diri.
Penutup
Mimpi ini mengajarkan bahwa berada di luar ruangan bukan berarti jauh dari cahaya. Justru di ambang pintu itu, seseorang diajak untuk melihat ke dalam dirinya sendiri. Guru besar yang muncul dalam mimpi bukan sedang menjauh; beliau hanya menunggu muridnya memperhalus langkah, memperbaiki diri, dan mempersiapkan hati.
Karena dalam perjalanan ruhani, pintu tidak hanya dibuka oleh tangan—tetapi dibuka oleh kesiapan jiwa. Jika terus berjalan di jalan tazkiyatun nafs, bukan mustahil suatu hari akan dipersilakan masuk ke ruangan itu—bukan sebagai tamu terlambat, tetapi sebagai jiwa yang siap menyambut cahaya sepenuhnya. ***
