Selasa, 05 Desember 2023

Filsafat Akhir Sejarah

HAMPIR semua agama di dunia memiliki keyakinan akan datangnya masa kejayaan dan kemenangan bagi seluruh umat manusia pada akhir zaman. Terlebih agama-agama yang dikategorikan sebagai agama samawi (yang diturunkan dari langit). Keyakinan tentang fenomena akhir zaman ini melahirkan pemikiran dan gerakan yang bersifat teologis dan ideologis.

Dr Ali Syariati, sosiolog dan cendekiawan Iran, mengatakan bahwa keyakinan tentang persoalan “penyelamat” akhir zaman diyakini agama Hindu yang percaya adanya Inkarnasi ke Sepuluh; Budha yakin adanya Maireca; dan kebatinan Jawa percaya pada sosok Ratu Adil sebagai pralambang Jayabaya; kaum Yahudi percaya bahwa umat Yahudi yang hidup pada akhir zaman akan mengumpulkan orang-orang Yahudi dalam satu kawasan (geografis), yaitu negara Israel setelah mengalahkan semua musuhnya, termasuk raja Magog yang menyerang Isreal. Pada saat inilah Mesias Yahudi akan menjadi Raja Israel dan akan memisahkan orang-orang Yahudi di Israel menurut bagian-bagian wilayah sukunya yang asli. Setelah itu, tibalah milenium ketujuh sebagai masa kesucian, ketenangan, kehidupan rohani, dan perdamaian di seluruh dunia yang disebut sebagai masa Olam Haba (Dunia Masa Depan).

Dalam filsafat sejarah Barat, seperti Agustinus (345-430) percaya akan adanya “Kerajaan Tuhan”. GWF. Hegel (1770-1831) yakin bahwa sejarah dunia berakhir pada masa kejayaan Prusia dan akhir dari sejarah dan peradaban dunia akan berhenti pada saat seluruh bangsa (dunia) menganut liberal state system. Karl Marx (1818-1883) percaya communist society system sebagai puncak sejarah sebagai akibat dari kebobrokkan kapitalisme dan lainnya.

Gagasan akhir sejarah ini pula yang diusahakan segelintir penguasa di Barat untuk mengakhiri sejarah (dunia) di bawah satu program modernisasi-universal dengan memunculkan tiga teori diskontinuitas (sejarah) yang bersifat ideologis.

Pertama, teori benturan antarperadaban (the clash of civilization) yang dicetuskan Samuel P. Huntington bahwa dengan berakhirnya Uni Soviet, peradaban Barat tidak lagi berbenturan dengan komunis, tetapi dengan Islam. Perang Teluk I dijadikan rujukan sebagai manifestasi dari benturan antara Islam dan Barat. Dengan teori ini mereka berusaha untuk melakukan universalisasi dunia secara global yang disesuaikan dengan kehendaknya.

 Kedua, teori akhir sejarah (the end of history) yang dilontarkan Francis Fukuyama bahwa kekalahan Uni Soviet berarti tumbangnya idelogi komunis sehingga sejarah dunia akan berakhir dengan kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal. Gagasan inilah menjadi dasar dari proyek globalisasi dan neo-liberalisasi di seluruh dunia, yang menurut Fukuyama, sebagai tanda akhir sejarah.

Ketiga, teori domino demokrasi (the domino of democracy) yang dikenalkan presiden Amerika Serikat, Truman, bahwa akan ada harapan untuk terus menerus melakukan demokratisasi terhadap negara-negara dunia ketiga karena proses komunisasi di beberapa negara belahan Timur telah gagal dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai lawan Amerika. Kemudian sekarang ini yang menjadi lawan Amerika adalah Islam, khususnya negara dan bangsa yang berlandaskan pada Islam. Sebagai bentuk penghancuran terhadap Islam, Amerika pada dunia mengabarkan bahwa nuklir yang diproduksi Republika Islam Iran sebagai bentuk ancaman kemanusiaan.. Namun, atas nama perdamaian dunia membiarkan bangsa Israel dan Zionisme Yahudi merampas tanah dan mengusir umat Islam Palestina. Lihat pula bagaimana Amerika Serikat tidak puas dengan kehancuran umat Islam  di Irak, malah terus mengembangkan kejahatannya di negeri Iran dan Suryah serta membantu Israel mengusir penduduk Palestina.

Jelas bahwa akhir sejarah dalam term Barat ditentukan sebagai akhir dari penciptaan ide dan pemikiran serta sistem negara dunia. Proses penciptaan terhadap tatanan kehidupan umat manusia akan bermuara dan berakhir pada kehendak “sang kuasa” dunia dengan kekuatan yang digdaya dan menguasai segala aspek kehidupan manusia. 

Mengapa demikian? Karena mereka dengan sejumlah kekuatan, gagasan, dan ideologi yang digelorakannya secara tidak langsung menyebut dirinya sebagai “penyelamat”dunia yang membebaskan dunia dan menjadikannya satu tatanan dunia. Karena itu, tidak salah jika ide diskontinuitas sejarah menjadi pembenar atas segala tindakan dan perlakuan yang dehumanis, asosial, asusila, dan invasi negara Barat terhadap negeri-negeri Islam serta menebar sejumlah isu terorisme internasional di Dunia Islam. *** (Ahmad Sahidin)