Senin, 30 Agustus 2021

Resensi buku Sayyidina Husain cucunda Nabi, Mengapa Dia Dibunuh?

 Buku "Sayyidina Husain cucunda Nabi, Mengapa Dia Dibunuh?" ini saya dapatkan saat Ramadhan tahun 1442/2021. Saya dapat dari seorang guru. Saya lihat dan baca sedikit. Lantas saya simpan. Baru saya baca lagi malam 1 Muharram 1443 Hijriah. Alhamdulillah beres sampai halaman akhir.

Buku 266 halaman ini sangat informatif. Memuat riwayat dari berbagai sumber yang akurat dan otoritatif. Ditulis oleh lulusan S3 universitas di Yordania. Penulis buku ini berasal dari negeri Yaman dan dikenal seorang ulama dan mubaligh.

Membaca lembar demi lembar buku ini, menjadi tahu asal muasal terjadinya tragedi di Karbala. Menjadi tahu mengapa orang-orang Kufah yang asalnya mengundang Al-Husan malah menbiarkannya terbunuh. Ternyata faktor takut mati dibunuh oleh penguasa dan juga kekayaan yang membuat mereka menjadi pengecut, bahkan ada yang ikut serta menyerang Al-Husain.

Dari data sejarah tersebut, bisa dipahami orang-orang Kufah yang mengirim surat baiat dan menyatakan menentang kekuasaan Yazid bin Muawiyah hanya di atas kertas saja. 

Ini mengingatkan saya pada kaum Khawarij, yang awalnya merupakan prajurit yang mendukung 'Ali bin Abu Thalib as kemudian menentangnya dan menjadi kelompok Khawarij yang memerangi Ali bin Abu Thalib. Bahkan tokohnya membunuh Ali bin Abu Thalib as saat shalat subuh pada bulan Ramadhan.

Mengapa orang yang menyatakan dukung, bela dan baiat kemudian berubah tekad, hingga menjadi ikut bagian dalam pembunuhan. Ini karakter kejiwaan yang perlu dikaji secara psikologi dan antropologi.

Dalam buku ini, penulisnya runut menyajikan riwayat awal perjalanan Al-Husain, menerima surat, mengutus orang dari Al-Husain ke Kufah yang berakhir kematian tanpa pembelaan dari orang-orang yang berkirim surat, penggiringan rombongan Al-Husain menuju Karbala, pengepungan dan pembantaian oleh pasukan Umar bin Saad atas suruhan Ubaidillah bin Ziyad yang mematuhi instruksi Yazid putra Muawiyah yang bertahta sebagai raja dinasti Umayyah.

Yang diinginkan dari Al-Husain oleh Yazid putra Muawiyah adalah legitimasi kekuasaan dan pengakuan dalam bentuk baiat. Karena enggan memberikannya, maka melalui berbagai rangkaian gerak politik akhirnya Al-Husain dibunuh secara keji dan mengerikan. Bahkan, yang paling tidak habis pikir bahwa mereka melakukan pembantaian itu kepada cucu Rasulullah Saw dan pada bulan Muharram yang merupakan bulan haram untuk pertumpahan darah. Jumlah yang tidak seimbang yakni Al-Husain bersama rombongan kurang dari seratus orang melawan ribuan prajurit yang terus bertambah, telah menunjukkan prosesi tragedi pembantaian kemanusiaan.

Mengapa Al-Husain tidak mau baiat kepada Yazid? Baca saja buku ini. Alasannya mempertimbangkan agama, menjaga syariat, dan menolak kezaliman. Karena itu, perjalanan Al-Husain ini sangat heroik dan berlandaskan ajaran agama Islam. Baca saja buku ini agar Anda makin terang benderang.

Masih dalam buku ini, perlakuan keji kepada Al-Husain bersama rombongannya yang gugur di Karbala, ternyata dapat balasan dari orang-orang yang merasa "bersalah" karena telah membiarkan Al-Husain. Gerakan yang dikomandani Mukhtar Tsaqafi dan kelompok At-Tawabin menjadi bukti sejarah bahwa orang yang melakukan kezaliman akan dibalas dengan perlakuan yang serupa.

Saya yakin bahwa perlakuan zalim kepada Al-Husain dan keluarga Rasulullah Saw dapat dipastikan suatu dosa besar dan kelak mereka dapat balasan dari Allah.

Di akhir buku, penulis memuat pernyataan (yang dapat dijadikan nilai dari perjuangan Al-Husain) bahwa "Imam Husain adalah satu contoh yang tidak ada bandingannya dalam pengorbanan jiwa, keluarga dan pengikutnya di hadapan kebatilan."

Saya sepakat. Sejarah dan kebenaran mesti ditegakkan dengan benar mesti jiwa taruhannya. 

Tahun ini, Muharram berada pada bulan Agustus. Kita ketahui bulan ini merupakan momen kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Dengan dua peristiwa heroik ini: Asyura dan Proklamasi Kemerdekaan, selayaknya menjadi spirit untuk meningkatkan kesabaran, ketangguhan, dan perjuangan untuk lepas dari covid19.

Tentu saja protokol kesehatan dan ikhtiar untuk sehat menjadi acuan yang penting dilaksanakan. Merdeka!! *** (ahmad sahidin)