Rabu, 14 Oktober 2020

Hilang Sepatu dan Syukur

Dahulu di Persia, ada seorang pemuda yang dikenal pandai membuat puisi. Pada suatu hari ia beli sepatu dari hasil membaca puisi yang diminta deklamasi oleh seorang raja di Persia tersebut. 

Saat kumandang adzan dzuhur, ia segera ke masjid. Ia lepas sepatu barunya itu. Ia tatap dengan penuh rasa bangga. Ia merasa khawatir hilang dengan barang yang baru itu. Ia memerhatikan terus sepatunya. 

Terdengarlah suara iqamah tanda akan mulai shalat berjamaah dzuhur. Ia segera ambil air wudhu kemudian ikut barisan terakhir. 

Selesai shalat, ia segera pergi menuju pintu keluar masjid. Ia datangi tempat menyimpan sepatunya. Ia kaget ternyata sepatunya tidak ada di sana. Ia cari dan tanya orang sekitar. Tidak ada yang mengetahuinya. Ia duduk di serambi masjid sambil memikirkan nasibnya kalau pulang ke rumah tanpa sepatu. Terbayang dibenaknya kala berjalan kakinya kena duri hingga berdarah. Lantas lukanya itu tetanus, penyakit borok. Dan terbayang dirinya tak bisa berjalan karena penyakit tersebut. Sehingga ia takut pulang tanpa alas kaki. 

Sambil duduk di serambi masjid, ia teringat dengan surah Fathihah yang dalam ayatnya tercantum kalimat: Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan. "Aha... Saya mau minta tolong kepada Allah saja agar sepatu saya kembali lagi," ucapnya. 

Lantas masuk ke dalam masjid lagi. Ia duduk pada sudut dan menghadap kiblat. Kemudian berdoa sesuai yang diminta ingin kembali lagi sepatu barunya. Cukup lama ia baca doa tersebut. Diulang lebih dari sepuluh kali. 

Selesai doa, ia bergerak menuju pintu keluar masjid. Saat berjalan, ia lihat seseorang dengan kaki pincang masuk masjid. Orang itu wajahnya ceria dan mengucap salam padanya. Ia perhatikan terus orang yang pincang itu. 

Tiba-tiba dalam hati terbetik kesadaran: orang yang hilang satu kaki saja ceria wajahnya. Tidak berduka cita dengan hilangnya kaki. Masa aku yang masih ada kaki untuk jalan meski tanpa alas kaki meski bersedih hati. Tinggal hati-hati saja dalam berjalan biar tak kena duri. 

Lantas ia sujud syukur. Membaca pujian kepada Allah karena ia masih punya kaki. Masih utuh dan sehat. Sedangkan orang lain ada yang hilang satu kakinya sehingga bergerak jadi terbatas. 

Dan akhirnya pemuda itu berjalan tanpa alas kaki. Saat berjalan ia tidak berhenti baca tahmid (alhamdulillah) sebagai dzikir dan ungkap syukur kepada Allah karena masih sehat dan tubuhnya lengkap. Bersyukur melalui doa atas segala sesuatu adalah bentuk terima kasih kepada Ilahi. 

Surah Arrahman mengingatkan kepada kita sampai tiga puluh satu kali: nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang hendak engkau dustakan? Benar. Tidak sedetik pun kita bisa ingkari nikmat Tuhan. Mulai dari organ tubuh, alam semesta, udara, air, sinar matahari dan lainnya. Semuanya merupakan nikmat yang mesti diterima kemudian digunakan di jalan Allah. Ya Robbana. Alhamdulillah ‘ala kulli hal. *** (ahmad Sahidin)