Minggu, 30 Desember 2018

Resensi film Muhammad: The Messenger of God

Minggu sore (19/11/2017), setelah hujan reda. Saya memutar dan menonton film “Muhammad: The Messenger of God” yang diunduh dari satu akun youtube. Tampaknya yang saya tonton itu berbahasa Turki dan diambil dari tayangan televise. Alhamdulillah, bisa full nontonnya. Film tersebut di negeri Indonesia belum release, sehingga bisa dianggap “illegal” menontonnya. Meski begitu saya tidak mempersoalkan karena keinginan untuk menonton penuh film tersebut sangat kuat. Sampai dua sampai tiga kali mengulang tontonan. Sampai malam hari dan selesai sekira jam sembilan malam. Kabarnya film “Muhammad: The Messenger of God” itu sudah dapat “restu” dari Ayatullah Udzma Jawadi Amuli, seorang ulama besar di Iran yang dirujuk orang-orang Islam pengikut Syiah Imamiyah.  

Serpihan
Dari film karya Majid Majidi itu ada babak sejarah yang luput dari penulisan buku sejarah biografi Nabi Muhammad saw yang pernah dibaca dan baru kali ini diketahui sepanjang saya membaca karya-karya Sirah Nabawiyah yang klasik maupun modern. Pertama bahwa yang memberi asi permulaan pada bayi (Sayyid Muhammad) adalah Tsuwaibah; budak perempuan milik Ummu Jamil (Arwi atau ‘Aura binti Harb bin Umayyah) yang merupakan istri dari Abdul Uzza (Abu Lahab bin Abdul Mutthalib bin Hasyim). Yang juga paman dan bibi dari Sayyid Muhammad. Tsuwaibah dilarang memberi asi oleh Ummu Jamil. 

Selanjutnya Sayyid Muhammad disusui dan diasuh oleh Halimah Sadiyah. Dibawanya ke kampung Bani Sadiyah hingga suatu saat dikembalikan pada ibunya di Makkah. Pasalnya ada sekelompok wanita dan laki-laki yang coba mengambil Sayyid Muhammad dari keluarga Sadiyah. Orang-orang itu merupakan bayaran dari orang Yahudi yang dapat tugas agar membawa Sayyid Muhammad dengan cara apa pun dan mereka meyakini kehadiran seorang Nabi di tengah komunitas Yahudi akan menjadi berkah. Sehingga mereka menginginkannya untuk dibawa dengan cara apa pun. Tampaknya ada semacam rasa bangga jika di komunitas Yahudi ada seorang Utusan Tuhan yang dijanjikan hadir dalam kehidupan mereka. Sebab mereka meyakini keberkahan dari seorang Nabi yang disebutkan dalam kitab suci. Karena itu, mereka berusaha untuk mengambilnya.

Suami Halimah membawa Sayyid Muhammad ke Makkah dan dipertemukan dengan kakeknya (Abdul Muthalib) beserta  pamannya (Abu Thalib) dan ibunya (Aminah). Sang kakek mengetahui keberadaan orang-orang "bayaran" dari komunitas Yahudi yang terus mengintainya, sehingga dengan cara rahasia Sayyid Muhammad disembunyikan di sebuah gua yang tidak terdeteksi orang-orang dan hanya diketahui oleh Abdul Muthalib. Inilah bagian kedua, dari sejarah Nabi yang tidak ditemukan dari buku-buku yang pernah saya baca.

Kemudian dari film itu, diceritakan bahwa setiap saat sang kakek menemani Sayyid Muhammad hingga tumbuh menjadi remaja dalam pengawasan dan perlindungannya. Ibunya (Sayyidah Aminah) bersama keluarganya membawa Sayyid Muhammad ke Yathrib untuk berkunjung pada saudara kakeknya di Yathrib dan melakukan ziarah pada makam ayahnya (Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib). 

Dalam perjalanan pulang, Sayyidah Aminah sakit dan wafat. Sayyid Muhammad pun pingsan saat mengetahui ibunya wafat. Sayyidah Aminah dikebumikan di daerah antara Yathrib dan Makkah oleh Abu Thalib yang menyusul rombongan. Selanjutnya diceritakan setelah wafat ibunya maka pengasuhan Sayyid Muhammad berada di bawah perlindungan kakeknya kemudian oleh paman (Abu Thalib) dan bibinya (Fatimah binti Asad) sampai usia dewasa. 

Dari film itu, ada serpihan kemukjizatan Sayyid Muhammad sepulang dari perjalanan bisnis di Syam dan setelah bertemu dengan pendeta Buhairah (Bahira). Di sebuah tempat dekat pantai (laut) ada persembahan wanita dan dua anak yang diikat. Di belakangnya ada patung besar. Dan sekelompok laki-laki sedang berdoa agar dapat berkah dari persembahan itu berupa hasil laut. Orang-orang di sekitarnya tampak miskin sehingga berharap besar rezeki dari laut. Sayyid Muhammad membuka ikatan persembahan itu dan orang-orang marah hendak menyerangnya. Sayyid Abu Thalib dan Sayyid Abbas, dua paman Sayyid Muhammad, berupaya menghalangi orang-orang supaya tidak dapat menyerang keponakannya itu. Sayyid Muhammad menggerakan telapak tangan kemudian air laut menaik dan memuntahkan ikan serta hancurkan patung. Melihat banyak ikan ditepi pantai akibat dari gerakan tangan Sayyid Muhammad, orang-orang segera mengambilnya. Itu saya kira berkah dari kehadiran Sayyid Muhammad.

Film "Muhammad: The Messenger of God"  berakhir dengan pernyataan Sayyid Abu Thalib dekat Kabah yang mengabarkan plakat perjanjian boikot selama tiga tahun tulisannya habis dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan atas nama Allah. Sehingga itu menjadi tanda "kalahnya" pihak Quraisy dan kembalinya Bani Hasyim bersama Rasulullah saw dari pengasingan (boikot). 

Sekadar diskusi
Serpihan sejarah di atas, terutama yang terkait dengan "upaya-upaya" (negatif) dari tokoh  Yahudi kepada Sayyid Muhammad, dalam konteks historis mesti dicari sumber-sumber primer. Mungkin ditelusuri dari manuskrip (filologis Arab klasik) berupa syair dan pernyataan sang kakek dan sang paman yang berhubungan dengan Sayyid Muhammad.

Sayangnya sumber sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw yang sampai kepada umat Islam dalam bentuk hadis dan riwayat lebih dominan aspek ibadah dan perjuangan politik serta narasi perang dan kesuksesan Rasulullah saw dalam menguasai Makkah dan Yathrib. Dan catatan itu pun berasal dari orang-orang, yang dari aspek kedekatan dengan keluarga Nabi sangat kurang intens. Narasi tentang penerimaan wahyu pertama pun yang beredar adalah diriwayatkan oleh Aisyah. Seorang istri Nabi yang dinikahi di Yathrib dan dalam usia remaja. Apakah ia hadir saat menerima wahyu? Ini mesti dipertanyakan: dari mana informasi penerimaan wahyu diperoleh jika ia saat itu belum lahir?

Seharusnya yang bisa mengisahkan narasi wahyu pertama dan kehidupan awal Nabi Muhammad saw adalah keluarganya: Khadijah sebagai istri pertama dan terus mendampinginya sampai tiba ajal dirinya. Juga pamannya: Abu Thalib dan Fathimah binti Asad selaku bibinya yang mengasuh Sayyid Muhammad setelah wafat Abdul Muthalib. Atau dari anak dan cucu Rasulullah saw yang biasanya ada turun temurun penyampaian informasi tentang keluarga. Mengapa catatan historis dari mereka tidak ada dalam buku-buku sejarah Nabi Muhammad saw? Seakan-akan ada unsur "kesengajaan" dari para penulis sejarah awal Islam (abad 7 Masehi) untuk memilah dan memilih narasi-narasi yang memang sesuai dengan konstruksi yang dirancang sebelum dituangkan dalam karya sejarah.

Yang perlu dikaji dengan riset historis: apa dasar pemikiran dari sejarawan Muslim awal dalam menyusun (rekonstruksi) sejarah Nabi? Dalam pemilihan dan pemilahan sumber: riwayat dan penuturan yang diambil sebagai bahan penulisan, didasarkan pada apa? Dan mengapa narasi historis dari pihak keluarga Nabi sangat kurang dan tidak memiliki "tempat" dalam jilid-jilid karya sejarah dibandingkan dengan narasi (riwayat) dari sahabat dan orang-orang Islam yang lahir setelah Nabi wafat?

Untuk membuktikan tentang "upaya" (negatif) dari komunitas Yahudi memang perlu dilihat dari sejarah kaum Yahudi dalam memperlakukan para Nabi. Motif mereka dalam melakukan "tindakan" negatif kepada para Nabi pun layak dijadikan semacam "cermin" dalam membaca fenomena sejarah Rasulullah saw dan hubungannya dengan kaum Yahudi. Sumber teologis yang bisa dijadikan data historis adalah Alquran. Namun dibutuhkan riset asbabun nuzul dan tartibun nuzul wahyu alquran yang kuat dari keaslian sumber dan akurat pada aspek instrinsik data historis, terutama riwayat-riwayat yang mengisahkan asbabun dan tartibun nuzul dari Alquran. Inilah problemnya karena dalam kajian hadis tidak pernah ada riwayat yang bisa disepakati otentik. Setiap riwayat mengalami opini dari setiap ulama hadis dan menariknya sepanjang zaman mereka berbeda dan tidak kesepakatan tentang "nasib" sebuah riwayat atau hadis. Sekali pun disahihkan oleh muhadis periode tabiin dan tabiit tabiin, periode berikutnya tidak dipungkiri muncul muhadis yang menyalahkan opini ulama terdahulu. Bisa terjadi sebuah riwayat (dahulu masa tabiin) disebut sahih, tetapi dalam jangka waktu sekira satu abad kemudian dinyatakan cacat, bahkan palsu.

Nah, ini problem dalam proses heuristik (sebagai langkah pertama dalam metode penelitian historis) pada studi sejarah kehidupan Rasulullah saw dari masa kelahiran hingga wafat. Adakah yang berani "mempertanyakan" sekaligus melakukan riset ulang atas data (sumber sejarah) yang digunakan Majid Majidi dalam menyusun (skenario) film Muhammad: The Messenger of God

Tah ngan sakitu. Eta mah lenyepaneun urang sarerea. Sugan jeung sugan aya anu tiasa masihan pencerahan kanggo simkuring anu kirang dina elmu; estuning suwung. [Ahmad Sahidin]