Salah satu tradisi saat berkuasanya Daulah
Umayyah adalah menyampaikan ceramah singkat atau kultum tiap menjelang
shalat berjamaah di masjid. Selain menyampaikan doktrin Islam, juga digunakan sebagai alat untuk
mencaci-maki dan menghina atau menghujat lawan politiknya. Sudah
bukan lagi rahasia jika keluarga Imam
Ali bin Abu Thalib dan Syiah dianggap sebagai penentang.
Setelah
wafat Imam Ali, masyarakat Islam meyakini Imam Hasan putra Imam Ali sebagai
khalifah rasyidin yang keempat. Namun karena desakan situasi politik yang tidak
memihak dan teror terus menimpa umat Islam dari penguasa Daulah Umayyah,
khususnya Muawiyah bin Abu Sufyan maka Imam Hasan berdamai kemudian menyerahkan
pemerintahannya kepada Muawiyah.
Selama
memerintah, penguasa Daulah Umayyah tidak berhenti menyakiti keluarga Imam Ali
beserta pengikutnya. Dapat dipahami tindakan tersebut untuk menghambat
jalur-jalur pemberontakan terhadap Daulah Umayyah. Karena itu, setiap kali ada
yang tidak sepakat atau dianggap berpotensi merongrong kekuasaan maka dengan
segera diamankan sampai berakhir dengan kematian.
Selain dari
itu, yang biasanya dilakukan adalah menyampaikan hal-hal yang kurang terhadap
orang-orang yang dianggap dapat merongrong kekuasaan. Dalam ini termasuk kepada
Imam Hasan putra Imam Ali dalam majelis di masjid-masjid. Meski dikecam, tetapi
Imam Hasan tidak marah atau
balik menghujat malah
mendengarkan sambil menunggu waktu shalat berjamaah.
Setelah selesai kultum dan dikumandangkan iqamat; khalifah
yang memberi kultum itu menjadi imam shalat. Makmumnya adalah para tentara dan masyarakat, termasuk Imam Hasan. Kultum dilakukan setiap hari dan Imam Hasan menyimaknya.
Suatu hari Imam Hasan terlambat datang. Sang penguasa yang
memberi kultum clengak-clenguk ke barisan belakang jamaah shalat dzuhur. Kultum
pun terus berlangsung. Durasinya menjadi lama. Muncullah cucu terkasih Rasulullah saw itu dari
arah belakang. Saat terlihat datang, penguada yang kultum pun
menyampaikan hujatannya. Setelah itu dikumandangkan iqamah dan melaksanakan shalat dzuhur
berjamaah.
Riwayat tersebut saya dengar dalam sebuah pengajian. Narasumbernya seorang doktor dan ahli dalam kajian Islam. Menarik akhlak Imam Hasan ini meski dihujat tidak membalas. Sayangnya, kesabaran Imam Hasan tidak berbalas kebaikan atau menjadi sadar orang yang menghujat.
Sejarah mengisahkan bahwa penguasa Umayyah dalam menjalankan pemerintahan dengan tangan besi. Kaum Muslim Syiah dan orang yang dekat dengan Imam Hasan diancam, disiksa dan dipenjarakan. Banyak yang menjadi korban. Namun penguasa tampaknya tidak merasa cukup puas dengan tindakan keji dan zalim yang ditimpakan pada keturunan Rasulullah dan pengikutnya. Setelah dipisahkan dari umat dan dikecam, Imam Hasan pun dibunuh dengan cara diracun.
Sejarah mengisahkan bahwa penguasa Umayyah dalam menjalankan pemerintahan dengan tangan besi. Kaum Muslim Syiah dan orang yang dekat dengan Imam Hasan diancam, disiksa dan dipenjarakan. Banyak yang menjadi korban. Namun penguasa tampaknya tidak merasa cukup puas dengan tindakan keji dan zalim yang ditimpakan pada keturunan Rasulullah dan pengikutnya. Setelah dipisahkan dari umat dan dikecam, Imam Hasan pun dibunuh dengan cara diracun.
Sungguh mulia akhlak yang dimiliki Imam Hasan bin Ali ini. Meski dicaci dan dimaki dihadapan publik, tetap saja masih ikut serta
dalam barisan shalat jamaah. Bahkan, saat dibunuh dengan racun pun tiada sepatah
pun kata kecaman terlontar pada musuhnya. Sebuah pelajaran akhlak yang luhur
yang tidak dimiliki oleh kaum Muslim setelahnya.
Sosok Imam Hasan bin Abu Thalib bisa dikatakan sebagai tokoh
penganjur persatuan dan kesatuan umat Islam. Cacian dan makian, bagi seorang
Muslim yang kaffah dan pecinta perdamaian, tidak membuatnya ikut-ikutan mencaci
kembali atau membalasnya. Tapi justru dengan membiarkannya, telah menjadi bukti
bahwa kita tak perlu mengikuti atau meniru perbuatan jelek itu.
Demi mempertahankan keberadaan Islam dan agar umat Islam
tidak berpecah serta tidak ditindas, Imam Hasan merelakan dirinya untuk
diperlakukan tidak horrmat dihadapan publik. Inilah sebuah nilai keislaman yang
sangat langka dan perlu penafsiran yang mendalam. Sebab sikap dan tindakan cucu
Rasulullah saw ini sudah masuk wilayah amalan batin: sabar.
Cacian dan makian bagi Imam Hasan bin Abu Thalib merupakan
bagian dari riyadhah untuk meningkatkan kualitas iman sekaligus sebuah upaya
tazkiyatun nafs. *** (ahmad sahidin)