Minggu, 29 Mei 2016

Kaum Beragama Sekarang Ini Seperti Pasar

Dua pekan lalu, saya bertemu dengan para penyebar mazhab. Saya bertemu orang Syiah ketika duduk santai di pinggir jalan. Ia lalu ngobrol kemudian jelaskan tentang Syiah dan menyatakan sebagai mazhab yang benar. Saya menangkap pesan: ayo masuk Syiah.

Pernah ketemu juga dengan orang yang anti Syiah dan ia sampaikan bahaya Syiah. Lalu, ketemu orang yang celana cingkrang dan kasih informasi tentang tauhid. Ada pula yang ajak saya ngaji dan kumpul dalam majelis. Juga ada yang tawarkan Islam model cinta dan ketaatan dalam ibadah mahdhah.


Agama Seperti Dagangan
Saya hanya senyum. Mirip pasar, saling tawarkan dan jajakan dengan ragam corak. Agama menjadi barang jualan. Tadinya mau saya ajak diskusi mereka itu. Hanya saja saat ini bagi saya tidak penting untuk bicara mazhab. Yang terpenting kontribusi bagi kemanusiaan dan kesejahteraan umat.

Yang heran buat saya: mengapa semua orang beragama atau pengikut mazhab tersebut memposisikan dirinya sebagai nabi? Coba-coba ajak orang lain untuk masuk mazhabnya.

Setahu saya yang bertugas dalam menyebarkan agama atau mengajak orang untuk masuk agama itu seorang Nabi. Kemudian disebut dalam hadis bahwa ulama sebagai pewaris para Nabi. Juga masih dalam hadis bahwa otoritas agama Islam berlanjut pada itrah Ahlulbait. Ulama dan itrah Ahlulbait adalah penyeru setelah Nabi. Keduanya dianggap yang memiliki wewenang dalam menyeru.

Lantas, kenapa masih saja ada orang yang bukan ulama dan bukan pula itrah Ahlulbait, berani menyeru orang lain agar masuk agama/mazhab yang diyakininya? Atau mereka mungkin sudah merasa sebagai ulama dan itrah Ahlulbait. Benarkah? Susah juga menentukan kriteria ulama yang dimaksud oleh Nabi dan personal Ahlulbait pun terjadi ikhtilaf.

Agama, oh agama. Mazhab oh mazhab. Pemeluk agama atau penganut agama. Saya cukup dengan keyakinan dan amaliah yang turun temurun. Dibilang sesat atau tidak, saya tidak peduli. Hatur nuhun.

[ahmad sahidin]