Rabu, 15 Januari 2020

Kisah tentang Fanatisme Fikih

Ini kisah nyata sekira tahun 2016. Saya bagikan kisahnya sebagai bahan dialog dan mungkin bisa menjadi bahan telaah dalam studi fikih kontemporer.

Seorang teman bercerita: ia pergi ke satu daerah di Kabupaten Bandung dengan menggunakan motor. Di tengah jalan ia lapar. Berhenti di tempat tukang jualan mie baso. Memesan satu porsi. Sambil nunggu disiapkan dan menunggu giliran, ia ngobrol dengan tukang baso dan sampai pada obrolan tentang agama.

Tukang baso bilang bahwa agamanya bukan Islam dan tidak memeluk agama yang resmi, tetapi menganut kepercayaan Sunda Wiwitan (dan kini sudah diakui oleh mahkamah konstitusi).

Seketika itu (teman saya) meminta pesanannya untuk dibungkus. Lalu bayar dan pergi. Di tengah jalan mie baso yang dibungkus itu dibuangnya.

Saya tanya kepada teman: kenapa dibuang? Ia bilang dalam fikih (yang diikutinya) kalau makanan dan minuman diolah oleh yang bukan pengikut Ahlul Kitab maka tidak halal untuk dikonsumsi oleh orang Islam. Mendengar itu, saya tersenyum dan dalam hati bergumam: dasar fanatisme fikih. *** (ahmad sahidin