Pada suatu malam yang sunyi, hadir sebuah mimpi yang mengendap seperti pesan yang belum selesai dibacakan. Dalam mimpi itu, aku bertemu dengan guru besar—sosok yang selama ini menjadi penuntun dan cahaya dalam perjalanan ilmu.
Kami berpapasan di sebuah tempat yang tak sepenuhnya kukenal, namun terasa dekat di batin. Beliau memandangku, aku pun memandang balik, seolah ada salam yang ingin diucapkan. Namun sebelum kata-kata menemukan jalannya, sang guru justru melangkah cepat, memasuki sebuah ruangan yang penuh tamu, penuh orang yang tampak siap mendengar sesuatu yang sangat penting.
Aku mengikuti langkah itu. Ruangan itu seperti majelis yang sarat makna—penuh perhatian, penuh kehormatan, penuh cahaya ilmu. Aku mencoba memasuki ruangan tersebut, namun sebuah dorongan tak tampak menggiringku kembali keluar. Aku tidak diizinkan untuk masuk. Aku hanya berdiri di ambang pintu, melihat tetapi tidak terlibat, dekat namun tetap di luar.
Mimpi itu meninggalkan jejak tanya: Mengapa aku tidak boleh masuk? Apa makna berada di luar ketika guru besar sedang menyampaikan sesuatu yang berharga?

