Jumat, 25 April 2025

Menziarahi Sunan Muria, Sunan Bonang dan Sunan Drajat

Ziarah bersama kafilah IJABI Jawa Barat ini berkesan untuk saya. Maklum jarang keluar kota.

Ziarah adalah ibadah penuh renungan historis. Tapi kali ini beda. Perjalanan ziarah  kali ini membuat sport jantung, yaitu saat ke makam Sunan Muria. Lokasinya di puncak Gunung Muria, sekira 900 dpl. 


Dari parkiran bus menuju makam cukup jauh dan harus menggunakan ojeg motor. Saat naik motor ini, adrenalin diuji dan orang yang punya sakit jantung disarankan tidak ikut. Pasalnya sang driver ojeg menjalankan mirip seperti di sirkuit. Kencang dan berkelok kelok dengan jalanan kecil. Mungkin sudah biasa sehingga tampak asyik saja sang driver menjalankannya. Sedangkan penumpangnya sport jantung. Hilir mudik. Dari bawah ke atas. Dari atas ke bawah. Terus bergerak tanpa jeda. Mungkin duapuluh empat jam jalanan kecil menuju Sunan Muria tidak henti dilalui para peziarah yang menggunakan ojeg.

Kami tiba di parkiran bus sekira jam delapan malam. Lanjut menginap di penginapan. Saat naik ojeg ke penginapan, hati-hati dibawa langsung ke makam. Ini dialami istri. Meski sudah diberitahu turun di penginapan, mungkin kurang dengar sang driver melaju terus menuju makam. Syukur bisa kembali ke penginapan.

Pagi hari menuju makam Sunan Muria. Terasa segar udara di puncak gunung. Kami antre menuju dzarih Sunan Muria. Setelah mendekat, kami membaca doa dan bacaan tahlil. Setiap rombongan ziarah saling bersahutan baca doa dan kadang saling tabrakan dengan bacaan doa dari rombongan lainnya.

Makam Sunan Muria dilingkupi dzarih kayu jati. Saat menyentuh terasa dingin. Jika terlalu lama doa maka penjaga makam segera menggunakan mikrofon meminta peziarah segera mengakhirinya agar bisa bergantian dengan peziarah lainnya.

Dari makam turun menuju lokasi parkiran menggunakan ojeg. Sama seperti lokasi makam wali lainnya ada pasar. Saya sempat akan beli kopi bubuk. Saat dicek ternyata bukan arabika, saya urungkan karena tak minat. Seharusnya dibeli dijadikan hadiah untuk keluarga atau teman-teman di Bandung. Itu baru kepikiran saat tiba di bus. Ya sudah, ide baru muncul saat pulang dan tak bisa diulang lagi.

Sunan Muria lahir tahun 1456 dan wafat tahun 1550 M. Daerah dakwah meliputi Muria, Kudus, Jawa Tengah. Sunan Muria termasuk wali yang mendekati masyarakat dengan kegiatan pertanian dan perkebunan.

Selesai dari Muria, menuju Sunan Bonang (lahir: 1465 dan wafat: 1525). Daerah dakwah meliputi Bonang, Tuban, Jawa Timur.

Kemudian menziarahi makam Sunan Drajat (lahir: 1470, wafat: 1522). Daerah dakwah meliputi Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

Lokasi makam Sunan Bonang di Tuban. Di tengah kota. Area makam masih bernuansa tradisional khas Jawa. Gapura pintu makam diukir dengan bentuk dan pola batik serta gunungan. Kemudian dzarih makam Sunan Bonang pun dilingkupi dengan kayu jati dengan ukiran khas Jawa.

Selanjutnya makam Sunan Drajat. Lokasinya naik ke bukit, tapi tidak seperti Gunung Muria. Dzarih dilingkupi kayu jati dan pintu diukir khas Jawa. Menariknya di sekitar makam ada papan-papan bertuliskan huruf Jawa dilengkapi terjemahan yang berisi nasihat penuh hikmah dari Sunan Drajat.

Sama seperti makam wali lainnya. Orang yang ziarah saling bersahutan dalam membaca doa dengan suara keras. Saat kondisi demikian, saya hanya mendekat pada dzarih dan membaca doa tanpa suara.

Di makam Sunan Bonang dan Sunan Drajat tidak berdesakan. Cukup lengang. Dan seperti wali lainnya, area jalan pulang dari makam terdapat pasar. Di antara barang yang dijual kaos bergambar wali songo, kain (sarung), makanan dan minuman serta cenderamata berupa gantungan kunci, gelang, dan tasbeh.

Di tiap makam wali selalu ada pasar. Bahkan di area makam Mahmud tokoh penyebar Islam di Kabupaten Bandung pun ada pasar menuju makam. 

Benar juga yang dikatakan seorang kawan. Wali yang benar itu hidupnya bermanfaat. Tidak hanya masa hidup bisa ubah masyarakat menjadi muslim, ternyata keberadaan makamnya pun membawa peluang bisnis bagi warga sekitarnya. Ini berkah waliyullah.

Oh iya. Di Tuban, di terminal angkot yang akan membawa peziarah ke parkiran bus, kami membeli ikan yang dimasak dengan cara diasap. Cukup murah dan langsung bisa dinikmati. *** (ahmad sahidin)