Senin, 08 Januari 2024

Tidak Akan Masuk Surga

Dalam sebuah majelis ilmu, Rasulullah duduk dikelilingi para sahabatnya. Mereka duduk rapat dan membaris ke belakang dengan rapi. Tiba-tiba seorang miskin datang tergopoh-gopoh dan clingukan mencari tempat duduk. Ia melihat sebuah tempat kosong dan segera mengisinya. Kebetulan yang berada di sampingnya itu seorang kaya. Mungkin karena bau yang tak sedap dari baju yang dipakai si miskin, si kaya menutup hidungnya dengan pakaian dan segera pindah ke tempat lain.

Rasulullah saw memperhatikan sikap dan tingkah laku si kaya itu. Nabi Muhammad saw dengan bijak bertanya, "Wahai fulan, apakah Anda khawatir kemiskinannya menular kepadamu?"

"Tidak, ya Rasulullah," jawab si kaya.  

Rasulullah saw bertanya lagi, "Kau takut kekayaanmu mengalir kepadanya?"

"Tidak juga, ya Rasulullah," jawab si kaya. 

"Apakah kau takut pakaianmu akan kotor bila dekat dengannya?" tanya Rasulullah. 

"Tidak, ya Rasulullah," jawab si kaya.

"Lalu kenapa kenapa kau menghindar darinya?" tanya Rasulullah saw.

"Ya, Rasulullah, saya mengaku salah karena tidak mau berdampingan dengan saudara saya yang miskin. Sebagai tebusan atas kesalahanku, saya bersedia memberikan setengah dari harta saya kepadanya," ujar si kaya. 

Rasulullah saw menoleh ke arah si miskin dan bertanya, "Bagaimana menurutmu, fulan?"  

Tanpa basa basi si miskin langsung menjawab, "Saya tidak bersedia menerimanya, ya Rasulullah. Saya takut apabila suatu hari nanti, saya terkena sifat berbangga diri dan bersikap seperti si kaya tadi."

Demikian kisah cerdas yang dikemukakan oleh Murtadha Muthahhari dalam salah satu bukunya. Sangat jelas bahwa kisah di atas adalah tentang tidak bolehnya seorang Muslim merasa bangga diri atau sombong. 

Sikap sombong memang bersifat alamiah. Ia hadir begitu saja saat posisi sosial kita sedang di atas angin; saat diri kita merasa lebih dari orang sekeliling kita. Tak jarang, karena rasa sombong itu, ia mengacuhkan orang-orang yang memerlukan bantuannya. Ia menjadikan mereka yang berada di bawah status sosial atau jabatannya sebagaimana robot yang mudah dikendalikan dengan remote control. 

Wujudnya memang tak terlihat secara kasat mata. Tapi tindakannya akan terasa pada mereka yang dikendalikannya. Tidak hanya menyangkut orang, tapi juga negara pun kena. Coba lihat bagaimana Amerika Serikat menuntut dan menujuk ini itu terhadap negara-negara yang berada di bawah kendalinya. Karena faktor utang yang besar, si negara itu tak bisa berkutik apa-apa saat diminta menyoalisasikan sistem politik dan bentuk tatanan modern yang dikehendakinya.

Sikap sombong atau berbangga diri mengantarkan orang menjadi penguasa terhadap yang di bawahnya. Pantas jika Allah Ta`ala berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS Luqman: 18)

Dari Ibn Masud bahwa Rasulullah saw bersabda,  "Tidak akan masuk surga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebiji atom dari sifat sombong." Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad saw, "Sesungguhnya seseorang menyukai kalau pakaiannya itu indah atau sandalnya juga baik."

Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha Indah dan menyukai keindahan. Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain." (HR Muslim) *** (ahmad sahidin, alumni uin sgd bandung)