Usia kian berkurang. Nikmat dunia makin berkurang. Belum ada yang memastikan batasnya sampai kapan? Kiamat menjadi tanda berakhirnya.
Seiring dengan waktu yang bergerak menuju Kiamat, manusia dari detik dan menit serta jam dan hari saling berganti mengisi. Inilah kehidupan dunia. Hanya dalam ruang dan waktu. Ada jiwa, tetapi yang dominan menjalaninya hanya raga. Itu pun digerakkan jiwa.
Lahir bayi kemudian remaja, dewasa, tua, dan mati. Seiring dengan banyak yang lahir, banyak pula yang mati. Tidak bisa diperkirakan seimbang tidaknya antara yang lahir dan mati. Mungkin lebih banyak yang mati atau sebaliknya. Ini misteri yang perlu dicari kebenarannya.
Kalau diperhatikan bahwa kebutuhan dasar hidup di dunia terdiri urusan perut, seksual, dan tempat tinggal. Dari hal tersebut manusia berlomba memenuhinya. Bekerja secara halal, bahkan haram pun disamarkan. Itu diupayakan dalam rangka bertahan atau mempertahankan keberadaannya.
Aspek fisik ragawi dipenuhi maksimal. Sampai melampaui kebutuhan primer. Lebih rakus dari binatang.
Manusia beda dengan binatang dan tumbuhan. Dan ragawi manusia mirip tumbuhan. Butuh berkembang dan menumbuhkan tunas baru untuk generasi selanjutnya.
Begitu pun binatang tidak jauh beda. Seakan dunia tidak boleh berakhir, sehingga harus diisi dan dikelola dengan tingkat kebutuhan maksimal dan optimal.
Meski sadar bahwa manusia bukan penentu batas akhir kehidupan dunia, tapi terus saja manusia melampaui batas. Melanggar norma dan ketetapan Ilahiah.
Pedoman kadang diabaikan dan menganggap akal, hati, dan pengalaman dianggap lebih menjamin keberlangsungan hidup. Informasi agama diabaikan, bahkan ditentang. Ini persoalan yang mesti diperhatikan manusia yang hidup di masa kini. Sadarkah? *** (ahmad sahidin)